Walau masih dengan muka bantal akibat kurang tidur, kami sudah siap untuk mengikuti acara pembukaan Terios 7 Wonders “Borneo Wild Adventure” yang diadakan di Dealer Daihatsu Tri Mandiri Sejati Palangkaraya. Dibuka dengan tarian Mandau yang dibawakan oleh tiga orang gadis dayak yang merupakan tarian persahabatan sebagai ucapan selamat datang.

Tari Mandau
Hadir dalam pembukaan acara tersebut adalah Bapak Johan Datu yang merupakan Kepala Wilayah Daihatsu Palangkaraya dan Aiko Fukuda yang merupakan Head Domestik Daihatsu Astra Motor yang ikut dalam rombongan dari Jakarta. Dan dengan dikibaskannya bendera start dan corvetti, perjalanan 10 hari menjelajahi Pulau Kalimantan dimulai.

Dan petualangan pun dimulai
Daihatsu Terios yang dipakai dalam perjalanan ini adalah tipe terbaru yang baru saja diluncurkan pada bulan Maret 2015 lalu. Terdiri dari 4 transmisi manual dan 3 transmisi otomatis. Dilengkapi dengan roof rack sehingga dapat memuat banyak barang untuk keperluan logistik. Saya sendiri masuk dalam T5 bersama Boski (driver), Wira (blogger), Dodo (support).

Daihatsu Terios versi terbaru siap menjelajahi ganasnya alam Kalimantan

8 Blogger Peserta Terios 7 Wonders
Perjalanan langsung menuju destinasi pertama yaitu Taman Nasional Sebangau yang berada di Desa Keruing, Kecamatan Kamipang, Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah. Jarak tempuh sekitar 170 km. Setelah singgah sebentar untuk makan siang di wilayah Sampit, tepat pukul 15.30 kami tiba di Desa Bungo. Perjalanan kemudian dilanjutkan dengan menggunakan speedboat milik WWF (World Wildlife Fund), sebuah organisasi internasional nirlaba yang sangat peduli terhadap kelestarian lingkungan di dunia. Selama 4o menit kami mengarungi Sungai Katingan yang saat itu sedang surut karena musim kemarau panjang.

Visitor Center di TN Sebangau
Setibanya di muara, seharusnya kami dapat menggunakan perahu menuju Visitor Center yang merupakan pusat penelitian dan informasi milik bersama Taman Nasional Sebagai, Pemda Kalimantan Tengah dan WWF, yang berada di kawasan Sungai Punggu Alas, namun karena sedang musim kemarau, sungai menjadi surut dan tidak bisa dilalui perahu. Dengan demikian kita harus berjalan kaki melalui hutan menuju rumah Visitor Center tersebut.

Wefie merupakan ritual wajib dalam setiap beraktifitas 🙂
Disinilah petualangan dimulai. Diawali dengan menyusuri sungai kering yang dipenuhi dengan sisa-sisa pepohonan bekas kebakaran, kemudian mulai memasuki kawasan lahan gambut. Baru pertama kali menginjak gambut yang ternyata materialnya empuk seperti menginjak kasur springbed. Kemudian memasuki kawasan hutan yang sebenarnya. Hutan disini memang benar-benar hutan yang jalannya saja hanya setapak dan masih dipenuhi akar-akar liar dan batang pohon tumbang yang menghalangi. Beberapa kali terkena ujung akar dan jebakan lahan gambut. Saya sendiri terperosok ke dalam lumpur sampai mata kaki. Perlu ditarik dengan bantuan orang lain itu mengeluarkannya. Medan semakin sulit. Terlebih saat hari mulai gelap. Walau ada senter namun tetap saja mengalami kesulitan. Dan setelah kurang lebih 2,5 jam menjelajahi alam liar hutan Sebangau akhirnya sampai juga di Visitor Center tepat jam 19.00. Rasa lelah dan perih di kaki hilang seketika saat disambut dengan jamuan makan malam yang penuh selera. Ada ikan seluang kering, sop ikan bumbu kuning dan yang mengejutkan adalah menu sayur rotan. Ya memang dimasak dari rotan, masih terlihat bulatan khas rotan. Agak ragu untuk mencoba namun setelah dicicipi rasanya enak dan ingin nambah.

Memasuki kawasan Taman Nasional Sebangau
Setelah selesai makan malam, kami mendapat penjelasan dari Bapak Andi Liani, Kepala Desa Keruing bahwa di kawasan Taman Nasional Sebangau ini sudah bebas dari illegal logging sejak tahun 2005. – Pak Andi menambahkan bahwa illegal logging kebanyakan dilakukan oleh orang luar. Orang kampung sendiri sangat melindung keberadaan orangutan karena mereka menganggap orangutan adalah penunggu hutan. Jadi tidak boleh diganggu. Saat ini sedang banyak dilakukan penelitian orangutan oleh pihak WWF dan LIPI. Salah satunya adalah mengamati perilaku orangutan setiap harinya. Kapan mereka bangun, makan, jalan-jalan, dsb. Saat ini sudah ada sekitar 30 orangutan yang sudah diberi nama. Satu yang cukup dikenal adalah Bruce karena sering menampakkan diri. Orangutan lainnya adalah Brown yang merupakan orangutan paling jagoan alias preman karena individu lain terlihat takut terhadapnya.
Orangutan termasuk kera besar yang ada di dunia selain simpanse dan gorilla. Termasuk Mamalia Arboril yaitu mahluk yang hidup di atas pohon. Menurut penelitian, DNA orangutan hanya berbeda 3% dibanding manusia. Orangutan jantan dewasa dalam melakukan perkawinan tidak akan memaksa pasangannya, berbeda dengan orangutan jantan remaja yang suka marah jika ditolak pasangannya. Rasa marahnya diungkapkan dengan menggoyang-goyangkan pohon sehingga daun-daun jatuh berguguran. Memang tidak jauh ya kelakuannya dengan manusia yang kalau ditolak gebetan juga suka marah.
Orangutan mudah berinteraksi dengan manusia. Mereka tidak akan membahayakan manusia, kecuali kalau mereka merasa terganggu. Jika marah orangutan akan melemparkan ranting-ranting pohon ke arah orang yang mengganggunya. Di TN Sebangai diperkirakan ada sekitar 9.000 populasi orangutan. Karena itu, hutan yang menjadi “rumah tinggal” mereka harus dijaga. Salut untuk teman-teman dari ranger Taman nasional dan volunteer dari WWF yang tanpa kenal lelah menjaga hutan tersebut. Jangankan melihat orang yang mengambil kayu, melihat orang yang merokok di kawasan hutan pasti langsung ditegur.
Panjang lebar Pak Lurah menjelaskan tentang orangutan. Kami jadi tidak sabar untuk melihat langsung kehidupan mereka di alam liar. Rencananya besok pagi kami akan mengunjungi mereka.