Ya pabrik semen dengan rekor pengantongan semen dan pusat dispatch terbesar di Indonesia ada di Indonesia lho, tepatnya di Plant 14, Kompleks Pabrik Citeureup milik PT Indocement Tunggal Prakasa Tbk. (Indocement) yang berada diBogor. Plant 14 merupakan plant terbaru yang peresmiannya dilakukan pada Oktober 2016 setelah diselesaikan selama 3 tahun sejak groundbreaking Oktober 2013.

Pabrik ini terintegrasi dengan kapasitas terpasang 4,4 juta ton semen per tahun, 10.000 ton klinker per hari dan 3 x 240 ton per jam. Pabrik ini juga sudah menggunakan teknologi robotic termodern dengan sistem kendali tercanggih serta fasilitas produksi ramah lingkungan dan efisiensi energi. Semua operasional dikontrol dari laboratorium quality control yang berada di lantai 3. Jadi tidak terlalu banyak operasional yang dilakukan oleh manusia, semua sudah komputerisasi.

Kami juga berkesempatan naik ke puncak tower yang berada di ketinggian 150 meter. Dari puncak tersebut kami dapat melihat keseluruhan area pabrik, termasuk kawasan hijau dan sungai yang masih terpelihara dengan baik. Terlihat antara modernisasi industri dengan kawasan hijau berpadu begitu harmoni. Tidak ada yang dirusak, sementara sumber daya alam dapat dimanfaatkan dengan bijak.

 

Kami juga sempat berkeliling ke area AFR yaitu Alternative Fuel and Raw Material atau bahan bakar dan bahan baik alternatif. Jadi untuk proses pembuatan semen, dari bahan baku perlu bahan bakar yang baik untuk membuatnya. Selain menggunakan batu bara yang menjadi bahan bakar utama, Indocement juga memanfaatkan bahan bakar alternatif sebagai bahan bakar tambahan seperti misalnya limbah B3 (limbah bahan beracun dan berbahaya) dan non-B3. Banyak terlihat limbah B3 seperti sludge oil, plastik yang terkontaminasi, cat bekas dan limbah tekstil. Sementara limbah non-B3 terdapat sekam padi, serbuk gergaji, kertas dan karton bekas, refused derived fuel dan ban bekas.

Semua bahan limban B3 dan non-B3 ini didapat dari luar perusahaan (pihak ketiga) dan desa mitra. Limbah-limbah tersebut ada yang didapatkan secara gratis, atau malah ada yang dibayar perusahaan lain karena menampung limbah. Proses pengolahan limbah B3 sebagai bahan bakar alternatif ini harus memiliki izin karena cukup berbahaya dan Indocement sudah memilikinya. Saking berbahayanya kita juga tidak boleh turun ke area ini, cukup melihat-lihat dari bus saja.

Selain itu,  bahan bakar alternatif juga didapat dari sampah. Berbagai jenis sampah apa saja dikumpulkan di kawasan Bio-Drying Indocement yang merupakan proyek percontohan pengelolaan sampah rumah tanggal menjadi bahan bakar alternatif.

Metode yang digunakan adalah co-processing yaitu dengan sistem pengeringan dan sistem fermentasi mikroorganisme dari sampah yang mengandung komposisi material yang mudah diuraikan mikroorganisme (decomposable) dengan metode decomposisi microorganism dalam kondisi ketersediaan oksigen yang cukup (aerobic).

Jadi prosesnya adalah dengan mengumpulkan sampah dalam satu area, kemudian ditutup oleh terpal khusus membran cover yang dapat meloloskan uap air dari sampah namun tidak dapat ditembuh oleh air hujan. Dengan demikian sampah akan menjadi kering. Proses ini berlangsung selama 25 hari. Setelah kering, sampah tersebut dinamakan refused derivered fuel (RFD) dan sudah dapat menjadi bahan bakar. Di Bio-Drying ini dapat menampung sampah hingga 220 ton sampah dan setelah proses pengeringan, dan uap air menguap, RDF yang dihasilkan menjadi susut menjadi 110 ton RDF.

Proses Bio-Drying Indocement ini cukup mudah diterapkan di komplek perumahan. Indocement ingin memberi contoh kepada masyarakat bahwa sampah pun dapat dimanfaatkan jika dikelola dengan baik.

Untuk perumahan dapat melakukan proses pengolahan sampah menjadi kompos, seperti yang dilakukan di komplek perumahan saya tinggal. Sampah rumah tangga dipilah terlebih dahulu menjadi bahan organic dan an-organic. Lalu bahan-bahan organic dapat ditumpuk dan dibentuk seperti brownies. Selang beberapa hari sudah bisa disaring dan menjadi kompos untuk tanaman. Sementara bahan an-organic seperti plastic, kertas, kardus, dll dapat dikumpulkan oleh petugas sampah dan nanti dijual kepada pedagang rongsokan yang rajin datang ke TPS. Jadi sisa sampah yang diambil petugas kebersihan kota tinggal sekitar 40% saja, karena yang lainnya sudah dimanfaatkan menjadi kompos dan bahan daur ulang.

Semoga apa yang sudah dicontohkan oleh Indocement dapat diterapkan oleh masyarakat dalam memanfaatkan dan mengelola sampah.