Mungkin masih ingat saat  di bangku Sekolah Dasar, kita diajarkan tentang makanan pokok di Indonesia. Mayoritas penduduk menyantap nasi namun ada beberapa daerah yang tidak mengkonsumsi nasi sebagai makanan pokoknya. Seperti misalnya  penduduk di kawasan timur Indonesia seperti Maluku dan Papua mereka mengkonsumsi sagu sebagai makanan pokoknya.

Seiring dengan perkembangan waktu, lambat laun penduduk di Maluku dan Papua mulai beralih mengkonsumsi nasi, terutama di wilayah perkotaan. Namun penduduk setempat masih banyak juga yang mengkonsumsi sagu, terutama di daerah pedalaman atau jika ada pesta perkawinan.

Saya sendiri sempat merasakan nikmatnya makanan olahan yang terbuat dari bahan pokok sagu yaitu Papeda atau bubur sagu saat mengunjungi Kota Ternate di Maluku Utara. Saat mengunjungi Pulau yang terkenal dengan besi putihnya itu saya diajak seorang rekan untuk menyantap makanan khas di sebuah rumah makan yang menyediakan menu tersebut.

Makanan ini terbuat dari tepung sagu. Batang sagu yang sudah cukup usia (sekitar 3-5 tahun) kemudian di potong dan bonggolnya diperas hingga sari patinya keluar dan menghasilkan tepung sagu murni yang siap diolah. Tepung ini kemudian di simpan di sebuah tumang. Hasil olahan sagu ini menghasilkan Papeda yang bentuknya menyerupai lem.

Papeda ini ibarat nasi. Jadi perlu lauk pauk saat menyantapnya. Tidak terbayang kan kalau makan nasi tanpa lauk pauk 😀 Begitu juga Papeda. Biasanya disajikan dengan sup ikan kuah kuning. Biasanya ikan yang dimasak adalah ikan tude, ikan tongkol atau ikan mubara. Tergantung ikan mana yang ingin kita santap. Sebagai bumbu penyedap cukup ditambah bumbu kunyit dan jeruk nipis. Nah makanan inilah yang bergizi tinggi.

Ikan sudah dikenal sebagai makanan yang bergizi tinggi. Terutama ikan laut. Lihatlah orang-orang Jepang yang sangat suka menyantap ikan, mereka pintar-pintar kan? Sebuah survey memperlihatkan bahwa penduduk yang tinggal di daerah pantai atau pesisir tingkat kecerdasannya lebih tinggi dibanding daerah lainnya. Sudah terbukti kan? Mengapa demikian, karena mereka yang tinggal di daerah pantai lebih banyak mengkonsumsi ikan dibanding daerah lainnya.

Jujur, inilah pertama kalinya saya menyantap Papeda dan lauk pauknya. Cara makannya pun memiliki khas tersendiri. Setelah mengambil papeda secukupnya ke dalam piring dan mengambil ikan sup kuah kuning kita tinggal melahapnya. Cukup menautkan telunjuk dan jempol untuk mengambil Papeda dan langsung menyeruputnya. Praktis tidak perlu dikunyah karena sudah lembek seperti bubur. Ditambah dengan lauk pauk lainnya semakin menambah kenikmatan makanan khas ini.

Lauk pauk lainnya yang semakin menambah nikmatnya makan papeda adalah sayur ganemo yang diolah dari daun melinjo muda yang ditumis dengan bunga pepaya muda dan cabai merah. Konon jika menyantap makanan ini kita akan terhindar dari penyakit malaria. Bisa jadi mungkin karena rasa pahit dari bunga pepaya – seperti pil kina – bisa menambah kekebalan tubuh jika penyakit malaria menyerang.

Tanpa terasa, papeda dan lauk pauknya sudah “tandas” (habis dalam bahasa setempat) kami lahap. Semuanya sudah bersih baik di piring maupun diatas meja. Hanya menyisakan tulang belulang ikan yang sudah dinanti kucing-kucing yang siap melahapnya. Bagi teman-teman yang belum pernah mencoba, rasanya menu kuliner penuh gizi ini wajib dicicipi.

Papeda

Papeda dan Lauk Pauk lainnya (Sumber Foto : www.Banyumurti.Net)