Dalam satu kesempatan akhirnya saya bisa mengunjungi Kota Surabaya yang sangat jauh berbeda dengan Surabaya yang terakhir saya kunjungi sekitar tahun 2007. Surabaya kini lebih hijau, banyak pepohonan dimana-mana. Bukan kebetulan walikota Surabaya saat ini dijabat oleh seorang perempuan, jadi kota ini lebih terlihat hijau dan berkilau. Cocok dengan tagline kota ini “Sparkling Surabaya” yang banyak saya baca di taksi di kota pahlawan ini. Dan ketika menjelang siang, lewat akun twitter saya meminta rekomendasi dari teman-teman tempat mana nih yang cocok dikunjungi untuk kulineran dan salah satunya adalah Rumah Makan Bu Rudy, kebetulan jarak dari tempat penginapan tidak terlalu jauh.

Sudah lama saya mendengar ihwal masakan Bu Rudy, terutama sambalnya. Dan siang itu saya dan teman-teman siap menyantap masakan khasnya yaitu udang goreng plus empal. Karena kondisi perut sedang tidak enak, saya tidak terlalu menikmati makanan tersebut. Namun saya penasaran dengan nama asli Bu Rudy dan ketika saya tanyakan kepada pelayannya mereka tidak tahu. Saya cukup kaget dengan jawaban tersebut dan menambah penasaran.

Keesokan harinya kami kembali kesana. Kebetulan saya dan tim mengajak tamu istimewa yang sudah dikenal di masyarakat. Dan ketika masuk pun beberapa mata langsung tertuju kepada rombongan kami. Lalu kami ditempatkan diruangan VIP yang lebih privasi. Setelah memesan makanan khas tidak lama Ibu Rudy sendiri datang menemui kami dan tanpa kami tanya langsung bercerita panjang lebar. Tentang masa lalunya, tentang bisnisnya dan tentang keluarganya. “Dulu saya sangat sangat sangat miskin.” ucapnya. “Namun berkat usaha kerja keras dan tanpa lelah saya bisa berhasil seperti sekarang.” lanjutnya. Saya masih penasaran dengan nama aslinya dan ketika saya tanyakan dia spontan menjawab, “Nama asli saya Lani. Saya berasal dari Madiun.”

Makan bersama Bu Rudy

Dulu saya jualan pecel di Madiun. Banyak orang suka. Terutama sambalnya. Resep sambelnya sederhana, yang penting jangan menggunakan pengawet. Setelah itu dia pergi ke Surabaya dan memulai bisnis sepatu. Usahanya maju dan pelanggannya tersebar di seluruh Indonesia. Baru 10 tahun saya mendirikan Rumah Makan Bu Rudy yang hanya membuka cabang di Surabaya dan dipegang oleh para menantunya.

Banyak yang datang ke saya meminta franchise “Bu Rudy” ada yang membawa uang 100 juta sampai 500 juta. Kalau saya mau kaya jadi milyuner saya ambil uang itu. Saya bilangin ke mereka, bisnis ini butuh passion. Bisnis dari hati. Bukan hanya sekedar uang dan mencari keuntungan. Ibu Rudy sendiri sampai saat ini masih terjun langsung ke dapur untuk ikut memasak atau sekedar mencicipi makanan yang akan dihidangkan. Menurutnya, untuk bisnis makanan owner setidaknya harus menyisihkan waktu 50% ke dapur.

Cukup panjang lebar kami mengobrol sambil menikmati masakan Bu Rudy dan saya pun mulai merasakan nikmatnya sambal Bu Rudy setelah sakit perut saya sembuh. Tidak terasa waktu 2 jam sudah berlalu dan akhirnya kami pamit untuk pulang karena sang tamu akan kembali ke Jakarta. Tidak lupa kami foto bersama dan ternyata yang meminta foto bersama itu bukan Ibu Rudy  tapi tamu yang kami bawa. “Jujur, saya kagum dengan prinsip dan perjuangan Ibu Rudy.” ujar sang tamu.

Bu Rudy dan sambal andalannya

***

Hari berikutnya setelah tugas wajib selesai saya sempatkan untuk mengunjungi Pulau Madura dengan jembatan Suramadu-nya. Akhirnya kesampaian juga melintasi jembatan terpanjang di Indonesia itu. Akan terasa lebih indah jika kita melewatinya malam hari. Kombinasi lampu yang berkelap kelip semakin menambah keindahan tempat ini. Sesampainya di Pulau Madura kami mencari lokasi yang pas untuk mengabadikan jembatan di malam hari. Setelah puas berfotoria kembali kami mencari tempat kuliner. Rencananya akan makan di Bebek Sinjai yang terkenal, namun sudah tutup dan akhirnya kami makan di Rumah Makan Ole Olang yang mempunyai tagline “Tidak Enak Tidak Usah Bayar” dan ternyata kita harus bayar karena enak !!!

Jembatan Suramadu di malam hari