Dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun Purwakarta yang ke-185 dan hari jadi ke-48 Kabupaten Purwakarta, pemerintah setempat mengadakan sejumlah acara menarik selama dua bulan penuh yang dimulai sejak 20 Juli 2016. Hampir setiap akhir pekan ada acara menarik yang dapat disaksikan oleh warga setempat dan pengunjung dari luar kota. Puncaknya adalah pada tanggal 27 Agustus 2016 yang akan menghadirkan Karnaval World Ethnic Festival yang melibatkan 10 negara.

Dalam kesempatan ini Catatan Si Blogger diundang untuk ikut menyaksikan kemeriahan pada tanggal 6 Agustus 2016 dan menghadiri acara Panggung Nusantara yang menyajikan berbagai pertunjukan dari berbagai daerah dan propinsi di Indonesia. Perjalanan dari Jakarta menuju Purwakarta hanya ditempuh selama 2 (dua) jam melalui jalan tol Cipularang. Destinasi pertama yang kami kunjungi adalah Museum Bale Panyawangan Diorama Purwakarta. Awalnya cukup skeptis ketika akan berkunjung ke museum ini karena biasanya kan isinya gitu-gitu aja.

Tapi ternyata setelah memasuki museum yang berada di Jalan KK Singawinata itu kami semua dibuat kagum. Sejarah Purwakarta dan perkembangannya dari masa ke masa ditampilkan melalui perpaduan arsip, seni dan teknologi terkini. Diawali sejarah kerajaan sunda yang menampilkan miniatur atau replika dari prasasti yang ditemukan dibeberapa tempat di Jawa Barat. Materi ini ditempatkan dibagian awal saat memasuki museum dan termasuk dalam Bale Prabu Maharaja Linggabhuwana.

20160806_113407_resized

Selanjutnya memasuki Bale Prabu Niskala Wastukancana yang menampilkan sosok pemimpin Purwakarta dari awal hingga saat ini yang dipimpin oleh Kang Dedi Mulyadi. Hall of Fame ini cukup unik dengan menampilkan seluruh kepala daerah yang disajikan dalam foto 3 dimensi dengan materi logam.

20160806_113756

Bersepeda keliling kota yang ditampilkan dalam display (Photo : Shelly_Puspita)

Memasuki museum ini seperti menembus perjalanan waktu. Sejak tahun 1620 saat masa pengaruh Mataram sudah ada rekam jejaknya. Kemudian masa VOC, Hindia Belanda, masa pergerakan nasional, hingga pendudukan Jepang. Tidak luput peristiwa lokal seperti Peristiwa Rengasdengklok juga ditampilkan. Terakhir kami memasuki mini theatre yang menyajikan gambaran “Digjaya Purwakarta Istimewa” untuk tahun 2008-2018 era kepempinan Kang Dedi Mulyadi.

Buat PP menjelang 17an ? #PiknikPurwakarta

A photo posted by Harris Maulana (@harrismaul) on

 

Kurang lebih satu jam kami habiskan waktu di museum ini. Rasanya masih kurang karena belum puas mengeksplorasi semuanya. Namun karena waktu sudah menunjukkan jam makan siang, kami harus segera meninggalkan tempat dan menuju tempat kuliner yang paling legendaris dan mendunia : Sate Maranggi Cibungur.

Belum sah kalo ke Purwakarta kalo gak menyantap Sate Maranggi. #PiknikPurwakarta

A photo posted by Harris Maulana (@harrismaul) on

Sate Maranggi ini sangat populer diantara penikmat kuliner. Bukan hanya pengunjung yang lewat saja yang mampir, tapi ada juga yang sengaja datang dari Jakarta atau Bandung hanya untuk menikmati sate ini walau sekedar makan siang. Saat ini juga sedang dikembangkan Steak Maranggi sebagai varian dari sate namun mengadopsi steak dengan sasaran anak-anak muda.

Setelah santap siang kami sempatkan check-in terlebih dahulu di Hotel Harper yang lokasinya berada di Jalan Raya Bungursari untuk istirahat sejenak sebelum mengikuti acara Panggung Nusantara yang akan dilaksanakan pada malam hari. Untuk sektor akomodasi pemerintah Purwakarta juga sudah menyiapkan beberapa hotel dan sudah terbit sekitar 5 izin untuk hotel baru.

Selamat pagi dari @HarperHotels #PiknikPurwakarta

A photo posted by Harris Maulana (@harrismaul) on

Kami menyempatkan untuk mendatangi Pendopo Kabupaten Purwakarta saat sore hari. Pendopo ini terbuka untuk masyakarat. Bahkan Pendopo juga dapat dimanfaatkan untuk akad nikah warga yang ingin menggunakannya. Sore itu ada kegiatan diantaranya Paskibraka yang sedang latihan untuk acara Hari Kemerdekaan 17 Agustus . Pada bagian lain ada juga demo pembuatan keramik dari Plered yang cukup terkenal, suling dan wayang. Ada juga bangunan lumbung padi yang selama ini menjadi komoditas utama Kabupaten Purwakarta.

Demo pembuatan keramik Plered yang sudah terkenal keindahannya. #PiknikPurwakarta

A video posted by Harris Maulana (@harrismaul) on

Padi. Salah satu komoditas unggulan Purwakarta #PiknikPurwakarta

A photo posted by Harris Maulana (@harrismaul) on

Kami juga sempat memasuki kantor bupati yang menjadi tempat bekerja Kang Dedi Mulyadi. Terdapat dua kereta kencana di bagian teras dan ada lukisan macan yang merupakan peliharaan Sri Baduga Prabu Siliwangi dan lukisan Nyi Roro Kidul diruang tamu. Kedua lukisan ini sangat besar dan posisinya saling berhadap-hadapan, kesannya keduanya saling melihat.

Memasuki bagian dalam Pendopo. Wow ada lukisan Nyi Roro Kidul. #PiknikPurwakarta

A photo posted by Harris Maulana (@harrismaul) on

Selanjutnya kami bertemu dan berbincang dengan Bupati Purwakarta Kang Dedi Mulyadi di rumah dinasnya. Dengan ramah Kang Dedi menjelaskan apa saja yang kita tanyakan termasuk kepemimpinannya yang mengusung konsep budaya sunda. Menurutnya, budaya sunda saat ini mulai ditinggalkan, padahal budaya sunda merupakan ciri khas dari tanah pasundan. Dia membandingkan dengan Bali yang sangat kental dengan budaya hindu. Coba kalau kita dari Jakarta menuju Jawa Barat, apakah terasa kita memasuki kawasan sunda? Saat ini seperti tidak ada bedanya, ungkapnya.

Itulah mengapa dalam membangun Purwakarta, budaya sunda begitu ditonjolkan, mulai dari ciri khas gapura yang menggunakan bahasa sunda, beberapa landmark juga mengusung tokoh-tokoh budaya sunda. Walau banyak ditentang oleh beberapa tokoh dan organisasi, namun tekad Kang Dedi tetap teguh dan terus mengusung budaya masyakarat sunda.

(Photo : Shelly Puspita)

Obrolan dilanjutkan sambil menyantap makan malam. Sebelumnya tidak ada agenda untuk itu, namun Kang Dedi menawarkan makan malam dirumahnya. Tentu saja kami tidak sanggup menampiknya.

Setelah selesai, bersama-sama dengan Kang Dedi kami menuju lokasi Panggung Nusantara sambil berjalan kaki. Jalan raya sudah penuh sesak dengan masyarakat yang ingin melihat perayaan. Lokasi Panggung Nusantara itu tersebar di beberapa lokasi jalan utama. Setiap panggung diisi oleh seniman dari daerah diantaranya dari Banyumas dan Maluku yang kami nikmati.


Masyarakat begitu antusias untuk melihat acara ini. Jalan-jalan begitu penuh, sehingga untuk berjalan kaki saja cukup susah. Setelah mengikuti acara kurang lebih 2 (dua) jam, kami sempatkan mampir ke Stasiun Kopi sebelum beristirahat di hotel.

Abis keliling Panggung Nusantara pas banget mampir di sini. #PiknikPurwakarta

A photo posted by Harris Maulana (@harrismaul) on

Keesokan harinya sebelum kembali ke Jakarta kami menyempatkan untuk mendatangi salah satu destinasi yang terkenal di Purwakarta yaitu PLTA Jatiluhur. Kurang lebih satu jam waktu yang ditempuh untuk menuju lokasi ini. Bendungan seluas 83 km2 yang diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tahun 1967 ini dapat menampung air sebanyak 3 milyar meter kubik dan dapat mengairi wilayah Jawa Barat dan Jakarta. Bendungan ini juga berfungsi sebagai tempat budidaya ikan dan salah satu spot wisata yang menarik.

Seumur2 akhirnya sampe juga ke tempat ini. #PiknikPurwakarta

A photo posted by Harris Maulana (@harrismaul) on

Setelah selesai eksplorasi kawasan Jatiluhur, akhirnya kami harus kembali ke Jakarta. Perayaan HUT Purwakarta masih berlangsung hingga tanggal 27 Agustus 2016 nanti. Bagi rekan-rekan yang ingin menghadiri silahkan datang langsung ke Purwakarta dan menyaksikan acara tahunan yang istimewa ini.