Pertambangan tidak hanya melulu mengeksploitasi kawasan yang potensial untuk diambil sumber daya alamnya, namun juga harus melakukan perlindungan terhadap keanekaragaman hayati di dalamnya agar tetap ada dan tidak punah. Itu adalah komitmen dari Indocement sebagai bagian dari HeidelbergCement Group pada wilayah operasionalnya termasuk pabrik Indocement yang berada di Tarjun, Kotabaru, Kalimantan Selatan.

Saat kami bersama beberapa blogger berkunjung ke kawasan Tarjun pada 8-9 Mei 2018 kami sempat diajak untuk mengunjungi kawasan hutan konservasi keanekaragaman hayati seluas 20 hektar padahal kawasan ini sudah mendapat izin untuk produksi tambang batu gamping. Hal ini menunjukkan komitmen dari Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. (Indocement) dan HeidelbergCement Group yang lebih mengutamakan untuk menjaga dan melindungi keanekaragaman hayati. Hutan konservasi ini selanjutnya akan dijadikan hutan penelitian bersama dengan sejumlah pihak akademisi seperti Ecologist dari Heidelberg Technology Center dan Studi keberagaman burung oleh Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin.

Kami juga diajak mengunjungi kawasan Pilar Batu Gamping sebagai lokasi konservasi monyet. Dulu kawasan ini merupakan kawasan pertambangan, namun karena melihat kawasan ini sebagai ekosistem beberapa monyet, akhirnya pertambangan dihentikan dan menyisakan pilar ditengah hutan dan dijadikan lokasi konservasi monyet. Saat kami berkunjung terlihat monyet sedang memanjat bagian tebing persis seperti orang sedang panjat tebing.
Hasil penelitian berkat kerjasama dengan Universitas Lambung Mangkurat menunjukkan adanya 5 spesies endemik yang hanya ditemukan dan menjadi ciri khas di wilayah ini yaitu burung elang alap arasia, merpati hitam metalik, cabai panggul kelabu, bondol Kalimantan dan luntur Kalimantan. Itu semua burung ya, bukan tumbuhan (ada kata cabai soalnya). Selanjutnya kami juga diajak menuju lokasi kawasan penampungan air di sekitar kawasan eks tambang. Dengan adanya penampungan air ini akan menjadi cadangan air saat musim kering atau kemarau.

Selanjutnya kami diajak menuju rumah salah seorang Local Hero bernama Ibu Adawiyah yang saat ini menjadi penggerak berbagai kegiatan positif di Desa Langgadai yang merupakan tempat tinggalnya. Dulu Ibu Adawiyah ini adalah salah satu pekerja di salah satu kontraktor Indocement. Kemudian ibu muda ini mengikuti pelatihan yang berhubungan dengan perlindungan lingkungan hidup yang diadakan oleh Indocement. Selepas pelatihan Ibu Adawiyah berinisiatif membuat bank sampah dengan nama Bank Sampah Andelsa (Anak Desa Langgadai).

Ibu Adawiyah, Local Hero from Tarjun.

Tidak mudah membuat masyarakat untuk mengubah kebiasaan membuang sampah yang pada awalnya membuang dengan cara dibakar atau dilempar ke sungai atau laut. Perjuangannya banyak mendapat tantangan dari penduduk yang sudah terbiasa dengan kebiasaan lama. Namun seiring dengan kegigihannya berjuang akhirnya mendapat respon positif dari sebagian warga dan mulai diikuti oleh warga lainnya. Nasabah bank sampah semakin bertambah.

Tidak hanya sampai disitu, Ibu Adawiyah juga mulai menggarap pelestarian Hutan Mangrove yang berada di sepanjang pantai Langgadai. Saat ini hutan mangrove yang dikelolanya bersama masyarakat lainnya mulai menunjukkan hasil menjadi hutan wisata. Banyak orang yang datang setiap hari libur untuk menikmati keindahan kawasan mangrove ini. Perjuangan Ibu Adawiyah tidak sia-sia. Kerja kerasnya selama ini mengelola sampah dan kerajinan limbah serta melestarikan hutan mangrove mendapat apresiasi dari pemerintah dan mendapat penghargaan individu sebagai “Pemerhati Lingkungan Hidup” Tingkat Kabupaten Kotabaru pada tahun 2014 yang diadakan Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Kotabaru. “Penghargaan ini bukan hanya untuk saya, tapi untuk semua warga kampung yang peduli dengan lingkungan sekitar.” Ungkapnya merendah.

Dan ketika kami berkunjung ke rumahnya yang ternyata beliau juga memproduksi makanan khas daerah Kotabaru yaitu Amplang. Memang multitasking ibu yang satu ini. Saat kami mencoba penganannya terasa enak dan empuk. Amplang ini tidak keras seperti yang lainnya karena menggunakan ikan bandeng sebagai bahan utamanya, bukan ikan tenggiri seperti biasanya. Bukan hanya amplang yang diproduksinya, tapi juga ada abon bandeng dan camilan lainnya.
Setelah kenyang dengan aneka camilan yang dihidangkan, rombongan mulai bergerak menuju Pusat Pelatihan dan Pemberdayaan Masyarakat atau lebih dikenal P3M Komplek Pabrik Tarjun. P3M yang memiliki luas sekitar 7 hektar ini diresmikan pada 14 Februari 2010 ini menjadi tempat berbagai kegiatan yang melibatkan masyarakat sekitar seperti area pertanian konvensional, pertanian hidroponik, perkebunan karet, peternakan sapi, kambing dan bebek, area perikanan dan area tanaman hutan seperti kebun rumput, demplot lebah dan kumbung jamur.

Di tempat ini masyarakat sekitar dan tamu yang datang dapat belajar bagaimana bertani dan beternak dengan baik dan benar, sehingga dapat menghasilkan pendapatan. Salah satu yang menarik adalah tempat demplot lebah. Kebetulan saat kami datang sedang panen madu. Uniknya lebahnya jinak, tidak menyengat dan yang mengagumkan kita bisa langsung menyedot madu langsung dari sarangnya. Jadi rumah madu yang menyerupai buah anggur tinggal ditusuk oleh sedotan dan madu langsung bisa dirasakan. Asli banget tanpa bahan campuran.

Kontan saat itu – kita yang datang dari Jakarta ke Banjarmasin menggunakan pesawat lalu transfer lanjut ke Kotabaru menggunakan pesawat baling-baling ATR, lanjut Tarjun menggunakan speedboat yang membutuhkan waktu perjalanan kurang lebih 6 jam – langsung bugar kembali. Melihat khasiatnya yang ajaib kami langsung pesan madu untuk oleh-oleh yang ternyata harganya lumayan yaitu Rp 350.000 per 1000 ml. Tapi menurut saya worth it banget.

Selanjutnya bersama Pak Kuky Permana Direktur Independen Indocement dan rombongan yang datang dari Jakarta kami diajak berkeliling kawasan. Di tempat ini juga terdapat tempat perlindungan satwa yaitu Indocement Wildlife Education Center (IWEC). Beberapa satwa yang ada di tempat ini dan terancam punah adalah Owa-Owa, Bekantan dan Rusa Sambar. Setiap kendang kami datangi. Kandang pertama adalah Owa-Owa sejenis monyet dengan tangan yang panjang. Menurut Pak I Wayan pegawai Indocement yang mengawal kami, Owa-Owa jantan termasuk hewan yang setia. Jika pasangannya mati, ia tidak akan kawin lagi seumur hidupnya. Kebalikan dengan Owa-Owa betina, jika pasangannya mati Owa-Owa akan mencari pasangan baru.

Owa-Owa juga agak susah untuk dikawinkan, perlu pendekatan yang intent terlebih dahulu. Dalam kendang juga sedang dijodohkan dua Owa-Owa agar segera memadu kasih. Namun keduanya masih menjajagi satu sama lain. Terlihat masih malu-malu. Kandang berikutnya kami melihat langsung Bekantan. Primata yang menjadi ciri khas Kalimantan, bahkan Indonesia. Tidak heran Bekantan ini menjadi maskot sebuah arena permainan di Ancol Jakarta. Bekantan juga malu-malu jika bertemu orang. Lebih banyak diam di kendang. Kami hanya mendengar suaranya yang mirip orang kebanyakan minum cola. Akhirnya kami mencoba mengintip kandangnya dari sisi lain dan harus sampai ngezoom kamera dan menjadi paparazzi.

Satwa lain yang baru kami kenal adalah Rusa Sambar. Rusa ini juga hanya terdapat di Kalimantan. Semua satwa ini dikelola oleh Indocement bekerjasama dengan stakeholder yang berwenang yaitu Badan Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Kabupaten Kotabaru dan institusi Institur Pertanian Bogor (IPB) untuk mengawasi dan melatih satwa-satwa tersebut. Kelak jika mereka sudah siap akan dikembalikan ke alam liarnya. Karena sesungguhnya habitat mereka di sana, bukan di kendang.

Dalam masa pelatihan, mereka juga diberi makanan yang berkualitas dan diatur agar gizinya cukup. Tempat ini juga bisa penampungan satwa-satwa liar terluka atau sakit yang diserahkan oleh masyarakat desa mitra.
Setelah satu harian kami melakukan perjalanan dan sempat berkeliling kawasan Tarjun, akhirnya kami beristirahat di Guest House yang berada di dalam area pabrik. Setelah menyantap makan malam, kami segera beristirahat karena keesokan harinya kami akan mengunjungi hutan wisata Mangrove.

Saking excitingnya, kami sudah siap saat langit masih gelap. Waktu menunjukkan 5.30 dan kami baru menyeruput kopi. Rencananya sarapan akan diadakan di lokasi. Dan benar saja, ketika kami melakukan perjalanan, cukup banyak orang yang menggunakan sepeda menuju hutan mangrove tersebut untuk berwisata. Terlihat jejeran pohon mangrove yang sudah dipulihkan oleh masyarakat setempat dan didukung oleh Indocement.

Tercatat sekitar 14,2 hektar lahan yang sudah dipulihkan, 4,5 milik Indocement dan sisanya milik masyarakat yang tanahnya rela dijadikan hutan mangrove. Memang jika dilihat secara kasat mata sayang sekali lahannya menjadi tidak produktif karena tidak menghasilkan apa-apa. Tapi jangan salah, hutan mangrove ini ternyata dapat mencegah gelombang tinggi dari laut seperti tsunami. Jadi semacam peredam. Fungsinya seperti hutan lindung di gunung untuk mencegah erosi dan menyebabkan longsor dan banjir. Selain itu karbon yang dihasilkan mangrove juga berguna untuk lingkungan. Jadi manfaat yang didapat adalah manfaat jangka panjang. Untuk jangka pendek, buah mangrove dapat dijadikan sirup dan sabun berkualitas.

Pelestarian Mangrove sudah dilakukan sejak 2012 dengan motornya Ibu Adawiyah tadi dan didukung penuh oleh Indocement dan pada tahun 2014 kawasan mangrove ini diresmikan oleh Bupati Kotabaru H Irhami Ridjani sebagai kawasan hutan wisata.

Rencana jangka panjang, lokasi hutan wisata mangrove ini akan dijadikan tempat pelepasan satwa yang sedang dibina di IWEC tadi. Jadi Owa Owa dan Bekantan yang sudah mandiri akan dilepas di tempat ini. Siapa tau Owa Owa akan mendapat jodolnya di tempat ini. Pelestarian hutan mangrove ini mendapat penghargaan bidang lingkungan hidup dengan predikat “Platinum” pada ajang Indonesia CSR Award (ICSRA) 2017.

Hari itu kami bergembira ria bersama, termasuk dengan Pak Kuky dan rombongan yang datang menggunakan sepeda. Ada juga Pak Lurah Desa Langgadai dan tentu saja sang Local Hero Ibu Adawiyah. Sambil dihibur lagu-lagu tradisional (yang paling hafal adalah lagu Kotabaru gunungnya bamega) juga sempat mencoba permainan sumpit yang merupakan khas dari Kalimantan. Main perahu di sekitar hutan mangrove sambil disapa monyet-monyet yang menyambut kami dengan gembira.

Dengan sedih kami harus sudahi keriaan ini karena harus kembali ke Jakarta. Saat menuju guest house, kami sempat juga melewati komplek sekolah SD, SMP dan SMA di kawasan Tarjun yang dikelola dibawah Yayasan Indocement. Program lainnya yang dilakukan perusahaan adalah adanya Rumah Seni dan Budaya Komplek Pabrik Tarjun serta program makanan tambahan bagi anak-anak sekolah (PMT-AS).

Kami melihat semua program ini adalah bentuk kepedulian perusahaan terhadap lingkungan sekitarnya. Perusahaan tidak hanya melulu mengambil keuntungan dari usaha yang dilakukannya. Tapi ada sebagian keuntungan yang dikembalikan untuk kesejahteraan masyarakat sekitar. Ini yang dinamakan program CSR atau Corporate Social Resposibility atau tanggung jawab perusahaan.

Inilah yang dilakukan oleh Indocement dan perusahaan-perusahaan lainnya yang memiliki tanggung jawab sosial. Kadang kita terlalu skeptis terhadap perusahaan yang dianggap merusak lingkungan. Belum apa-apa sudah menolak dan protes jika ada perusahaan yang baru akan melakukan usahanya. Padahal usaha tersebut ada hitungannya melalui studi kelayakan dan jika layak tentu diberi izin untuk dilaksanakan. Padahal banyak keuntungan yang didapat penduduk sekitar seperti terbukanya lapangan kerja, meningkatnya perekonomian, dan lain-lain. Ini hanyalah contoh yang sudah dilakukan oleh Indocement. Kawasan Tarjun dulunya hanya terdapat beberapa keluarga saja dan hidup hanya dari pertanian dan nelayan. Tapi lihatlah kini, kami sempat berkeliling desa dan sudah banyak sarana dan prasarana di setiap tempat.

Kang Motulz salah satu blogger yang ikut rombongan sempat bertanya kepada pegawai Indocement, mengapa Tarjun yang lokasinya jauh dari mana-mana (6 jam dari Banjarmasin) dipilih Indocement menjadi pabriknya? Jawabannya karena di kawasan Tarjun ini sudah tersedia berbagai bahan baku pembuatan semen. Jadi tinggal diolah dan didistribusikan ke wilayah lainnya. Saat ini wilayah pemasaran semen buatan Tarjun ini meliputi seluruh wilayah Pulau Kalimantan dan Indonesia Timur.

Dan dengan adanya pabrik semen ini, kebiasaan orang Kalimantan yang biasanya membangun rumah dengan kayu karena sumber dayanya melimpah, sedikit demi sedikit beralih menggunakan semen dan tentu saja akan menyelamatkan hutan yang menjadi sumber kayu untuk rumah tadi.