Setelah mengunjungi program CSR Indocement beberapa waktu lalu (baca postingan sebelumnya), kali ini saya dan beberapa blogger yang diundang kembali ke Indocement akan mengunjungi area reklamasi yang dulunya merupakan area pertambangan. Area pertambangan yang sudah tidak berproduksi dijadikan kawasan reklamasi agar ekosistem yang sudah diexploitasi untuk pertambangan, dikembalikan lagi fungsinya menjadi kawasan pertanian yang produktif.

Sejak tahun 2015, Indocement membentuk Gerakan Tani Mandiri (GTM) yang dibentuk untuk mengurangi pengangguran di Desa Leuwikaret. Selain itu juga untuk mengurangi adanya penambangan illegal. Adapun lahan yang digunakan untuk GMT adalah lahan eks pertambangan yang sudah tidak terpakai di Quarry D. Selain menyediakan lahan, Indocement juga menyediakan bibit tanaman, pupuk dan peralatan pertanian, dan juga pelatihan serta membantu pemasaran hasil pertaniannya. Terhitung sudah 20 petani bergabung dalam GTM dengan hasil bumi beraneka ragam seperti cabai, papaya, mentimun, kacang tanah, jagung, jahe merah, dan tanaman holtikultura lainnya. Sistem yang digunakan adalah dengan cara bercocok tanam tumpeng sari dan berganti jenis komoditi tanaman holtikultur.

Adapun opzen yang dihasilkan selama sebulan rata-rata berkisar antara Rp 500.000 – Rp .1.500.000,- per orang, tergantung jenis dan luas tanaman yang dikelola masing-masing petani kebun GMT. Selain itu tergantung juga dengan musim. jIka musim hujan tentu hasil yang didapat akan lebih baik dibanding musim kemarau.

Rombongan blogger saat berada di kawasan kebun eks pertambangan

Dalam kesempatan ini juga kami sempat berkunjung ke mata Mata air Air Cikukulu yang lokasinya masih berada di kawasan Quarry D, Desa Lulut, Citeureup, Bogor. Keberadaan mata air ini terus dipantau dan dipelihara karena mata air ini dapat dimanfaatkan oleh sekitar 350 kepala keluarga yang tinggal di sekitar kawasan. Untuk melindungi kawasan mata air yang mencapai luas area sekitar 5 hektar ini, Indocement menetapkan zona larangan tambang serta melakukan penghijauan disekitar area. Terbukti saat musim kemarau, mata air ini tidak pernah kering. Indocement juga melakukan pipanisasi untuk menyalurkan air ke setiap rumah warga sekitar. Untuk memelihara keberadaan mata air ini, setiap 2 minggu dipantau ketinggian muka mata airnya. Dan untuk menjaga mutu air, diadakan uji kualitas air setiap 6 bulan sekali.


Pusat mata air Cikukulu

Selanjutnya kami juga diajak berkunjung ke Kebun Tegal Panjang yang berada di Kawasan Quarry D. Kebun yang memiliki luas 12 hektar ini dikelola oleh 10 petani dan dibantu oleh 2 tenaga pengawas dan 8 petani kebun dari Indocement. Selain berfungsi sebagai kebun, Indocement juga memanfaatkan kebun ini sebagai laboratorium pertanian dan perkebunan. Salah satu budidaya yang sudah bernilai ekonomi adalah budidaya pohon cinta yang sudah memiliki pelanggan dari pengusaha bunga hias dari Rawa Belong Jakarta. Pohon cinta ini pasti selalu disertakan dalam papan karangan bunga, karena itu pasti selalu habis jika musim kawin telah tiba. Demikian informasi dari penyuluh saat menjelaskan tentang hal ini. Adapun omzet yang dihasilkan dari petani Kebun Tegal Panjang berkisar antara Rp. 800.000 – Rp 2.000.000 per bulan.

Destinasi terakhir yang kami kunjungi adalah kawasan reklamasi di Quarry D dengan luas area mencapai 67 hektar yang terbagi menjadi 65 post reklamasi. Pohon yang ditanam kurang lebih sudah mencapai 10.000 pohon. Beberapa pohon yang ditanam di kawasan ini antara lain pohon mahoni, pohon jinjing, pohon dadap, pohon ketapang, pohon bintara, pohon jati,pohon beringin, pohon tanjung, dan berbagai jenis pohon berakar tunggal lainnya. Ada satu pohon yang unik yang kami temui dan selama ini belum pernah kami lihat yaitu pohon Teureup, yang merupakan asal muasal nama Citeureup yang merupakan nama tempeh di daerah ini.

Kebun Budidaya

Pohon Teureup, daunnya seperti Maple.

Setelah mengunjungi semua itu, kami menjadi faham paham bahwa apa yang dillakukan oleh Indocement dengan melakukan reklamasi eks pertambangan adalah agar alam kembali seimbang. Setelah mendapatkan manfaat dari tanah tersebut berupa batuan yang merupakan bahan dasar semen, setelah diexploitasi dan sudah tidak dapat dimanfaatkan lagi, maka kawasan tersebut sudah selayaknya dikembalikan lagi fungsinya sebagai kawasan budidaya pertanian agar terjadi keseimbangan alam. Terlebih lagi jika dapat melibatkan penduduk sekitar agar mendapatkan mata pencaharian dan penghasilan yang layak.

Blogger Bogor di atas truck seharga 2M. (Foto : Iwan Setiawan)

Semoga apa yang dilakukan oleh Indocement dapat dicontoh oleh perusahaan lainnya, sehingga keseimbangan alam dapat tercipta dan menghapus stigma bahwa perusahaan tambang hanya merusak merusak lingkungan.