“Dalam era digitalisasi ini, sebagai perusahaan kita harus berinovasi. Tujuannya apa? Apapun alasannya, namun satu yang pasti adalah untuk menjaga perusahaan agar tetap bertahan.“Demikian diungkapkan oleh Bapak Jahja Setiaatmadja, Presiden Direktur BCA saat membuka talkshow dengan tema “Inovasi Teknologi Sebagai Nilai Tambah Perusahaan” yang dilaksanakan di Menara BCA lantai 22, Jl MH Thamrin Jakarta.
Sebagai bank swasta nasional, BCA ikut mendukung inovasi teknologi dalam berbagai kegiatan dan diskusi, serta aktif menggunakan berbagai inovasi teknologi terbaru yang aman dan nyaman untuk mendukung perusahaan dalam memberikan pelayanan prima dan nilai tambah bagi masyarakat. Beberapa produk BCA yang merupakan hasil inovasi yang terbaru diantaranya aplikasi Sakuku. Sebelumnya BCA juga menjadi pioneer dalam menyediakan kartu pintar seperti Flazz dan juga memperkenalkan video Banking yang merupakan kantor cabang BCA yang seluruhnya menggunakan teknologi mesin.
Dunia usaha dalam negeri tidak boleh lengah menghadapi pesatnya perkembangan teknologi informasi. Generasi dan pola hidup baru berbasis digital sedang bertumbuh dan menjadi tren akibat perkembangan pesat teknologi informasi tersebut. Apalagi Indonesia tergolong sebagai salah satu negara dengan jumlah pengguna internet terbesar di dunia. Hal ini memberikan peluang sekaligus tantangan agar dunia usaha mampu menghadirkan inovasi yang tepat sasarandan tidak kehilangan pamor bisnis maupun reputasi ditengah persaingan ekonomi yang kuat.
Talkshow-nya santai, bernuansa kafe.Karena itulah disebut Kafe BCA.Kali ini menghadirkan beberapa pembicara, baik yang mewakili perusahaan maupun pribadi, namun semuanya sudah mengadopsi dan memanfaatkan teknologi digital dan berinovasi untuk usahanya.
Kafe BCA membahas “Inovasi Teknologi” dengan mengundang beberapa narsum. pic.twitter.com/ZZYt4SKorS
— Harris Maulana (@harrismaul) June 1, 2016
Menu Kafe BCA hari ini menghadirkan : A photo posted by Harris Maulana (@harrismaul) on
Acara yang dipandu oleh Yuswohadi menampilkan pembicara pertama yaitu Romi Satria Wahono seorang dosen, peneliti, dan technopreneur.Sarjana lulusan Saitama University Jepang dan Universiti Teknikal Malaysia ini memaparkan tentang “6 Mitos Penyebab Kegagalan Inovasi Digital”.
Mengawali paparannya, Romi menyajikan informasi seputar peluang dan tantangan inovasi digital di Indonesia. Peluang untuk mengembangkannya sangat besar karena Indonesia merupakan negara dengan penduduk terbesar ke-4 sehingga mempunyai pasar yang besar. Selain itu biaya investasi yang dikeluarkan oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia untuk pengembangan teknologi termasuk besar yaitu sebesar USD 33 juta menurut data dari Global Connectivity Index 2016. Dan 90% dari angka itu diinvestasikan untuk hardware. Peluang terakhir adalah biaya outsourcing pekerja Indonesia termasuk rendah.Dari 10 negara yang index cost-nya paling rendah, Indonesia menempati ranking ke-2 setelah India. Ini berita bagus untuk perusahaan tapi berita buruk buat para pekerja.
Sedangkan yang menjadi tantangan adalah :technopreneur. Orang Indonesia lebih suka menjadi pekerja dibandingkan menjadi teknopreneur. Sumber daya manusia, kreativitas dan inovasi juga menjadi penghambat.Berdasarkan Global Innovation Index, Indonesia menempati urutan 87 dari 88 negara. Sedangkan menurut Global Creativity Index, kita menempati urutan 81 dari 82 negara.
Romi mencoba memaparkan satu persatu mitos mengapa Inovasi Digital mengalami kegagalan.
Mitos 1 : Cara Sekarang Masih Manual, Saya akan Terapkan Teknologi Informasi. Padahal tidak semua cara harus totally digital. Selain itu antara keinginan perusahaan dan developer harus sejalan. Jangan sampai ditengah jalan project terhenti dan batal diwujudkan.
Mitos 2 : Kualitas Software Dinilai dari Teknologiyang Digunakan. Padahal yang paling penting adalah ide. Aplikasi WhatsApp hanya menggunakan coding yang sederhana. Penemunya pun tidak pintar-pintar amat. Jika ia pintar tentu sudah diterima Google saat melamar dulu. Namun kini, Facebook membelinya dengan harga per member. Demikian juga dengan Aplikasi Go-Jek. Jika dilihat sepintas programmer pemula dapat membuatnya dalam hitungan hari, namun yang luar biasa adalah idenya.
Mitos 3 : Divisi IT Harus Memikirkan Semua Ide dan Kebutuhan Perusahaan. Seharusnya tidak. Semua karyawan juga bisa memberikan ide. Bahkan konsumen juga bisa memberikan idenya. Tahapan pengembangan software adalah : planning -> analisis -> design -> implementasi. Jika saat implementasi belum memuaskan dapat memulai lagi dari tahapan planning.
Mitos 4 : Kemampuan Terpenting bagi Pengembang adalah Kemampuan Coding. Tapi lebih penting lagi dari hal tersebut adalah kemampuan membaca kebutuhan masyarakat sebenarnya dan kemampuan analisis kelayakan dari software yang kita kembangkan.
Mitos 5 : Saya akan Membuat AplikasiSeperti yang ada Sekarang. Kejar Ceruk Pasar Baru. Jangan pernah membuat aplikasi yang sama dengan yang ada saat ini. Lakukan komparasi terhadap aplikasi sejenis, lihat dimana ada gap dan ceruk pasar yang belum tergarap. Buat aplikasi untuk segmen pasar baru yang diprediksi akan tumbuh besar. Namun sebelumnya, analisa terlebih dahulu apa yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Mitos 6 : Nggak Suka Dunia Software, Tapi Saya Yakin Bisa Sukses di Bisnis Software. Belajarlah dari para pendahulu yang sukses di bidangnya masing-masing. Lakukan apa yang kamu sukai dan kuasai.
Pembicara kedua menampilkan Ibu Yanty Wijaya yang mewakili Dwidaya Tour, sebuah travel agent yang sudah malang melintang di dunia tour and travel di Indonesia. Yanty memaparkan, dalam menghadapi era digital, Dwidaya menerapkan inovasi teknologi yang terdiri dari centralized, TMS (Tour Management System), Itank dan website.
Centralized adalah melakukan sentralisasi dalam issue tiket. Dengan sistem ini akan menghemat waktu, memaksimalkan travel consultant dalam menjual produk, dan menghilangkan biaya administasi. Dengan menerapkan sistem ini saat diadakan SQ-BCA Travel Fair 2016 total tiket yang diissue bisa mencapai 13. 293 tiket. Naik 319% dari tahun sebelumnya.
Kedua adalah Tour Management System (TMS). Dengan adanya sistem ini akan menghemat 4 jam dibanding dengan kontrol manual setiap harinya, dapat meminimalisasi biaya dan human error. Seat yang masih tersedia juga dapat dilihat secara real time di website.
Inovasi ketiga adalah Itank yang mengurus tentang booking hotel. Cara kerjanya hampir sama dengan Centralized tiket. Keuntungannya adalah konfirmasi yang cepat, waktu lebih efisien dan harga yang kompetitif.
Terakhir adalah inovasi website. Para pengguna bisa langsung interaksi dengan apa yang mereka inginkan sesuai dengan kebutuhan. Tidak semua harus diikuti, pelanggan boleh memilih apa-apa saja yang akan diikuti dan tentu akan lebih efisien untuk harga paketnya.Inovasi berikutnya yang sedang dibangun oleh Dwidaya Tour adalah aplikasi yang dapat diakses dari mana saja.
Pembicara berikutnya adalah Enda Nasution yang dikenal sebagai Bapak Blogger Indonesia karena dianggap sebagai orang pertama yang aktif memperkenalkan blog di Indonesia. Mengawali paparannya Enda mengungkapkan sejumlah data digital tentang Indonesia sebagai pengguna Facebook nomor 4 di dunia, Jakarta sebagai twitter city, 40% pengguna internet dari total jumlah penduduk, 84% pengguna mobile phone, 24% pengguna smartphone dan data-data mencengangkan lainnya.
Namun disisi lain, dari data istimewa tersebut tidak dibarengi dengan sikap dan perilaku para netizen yang kadang sering kebablasan. Beberapa kasus bahkan sampai ke pengadilan dan diantaranya ada yang dipenjara akibat sikap negatifnya saat berinteraksi di social media dan internet.Hal ini dapat dimungkinkan karena Undang Undang ITE pasal 27 ayat 3 memfasilitasi orang-orang yang merasa dirugikan oleh pemberitaan seseorang melalui internet. Namun jika dilakukan langsung, bukan di internet, tidak berlaku. Jadi jika akan kritik orang jangan via internet, langsung saja dengan orangnya.
Demikian dituturkan Enda yang merupakan sarjana lulusan dari Teknik Sipil ITB.
Namun perkembangan pemanfaatan internet di Indonesia tidak dibarengi dengan infrastruktur yang memadai dalam hal ini kecepatan internet. Untuk kawasan Asia Tenggara saja, Indonesia menempati urutan ke-3 terbawah di atas Philipina dan Laos. Rata-rata kecepatan internet di Indonesia sebesar 4,1 Mbps. Sedangkan di Singapore yang menempati urutan 1 sudah mencapai 61 Mbps.
Tentu saja kenyataan hal ini sangat miris. Disaat negara lain sudah menggunakan kecepatan yang tinggi, sedangkan di negara kita masih lambat. Teknologi terbaru tentu membutuhkan kecepatan internet yang mumpuni. Ibarat kita punya mobil Ferarri, tapi menjalankannya di tengah jalan Sudirman yang macet. Kalau kata orang dulu : P E R T J O E M A.
Saat ini Enda sedang mengembangkan social media karya anak bangsa yang diberi nama Sebangsa. Aplikasinya seperti apa? Ya seperti social media lainnya sebangsa Facebook, sebangsa Twitter, dll, lanjut Enda. Namun Sebangsa lebih berfokuspada komunitas. Sampai saat ini sudah ada 40.000 pengguna dan aplikasi ini sempat menjadi top apps di play store pada tahun 2015.
Selanjutnya dari BCA sendiri sebagai tuan rumah memaparkan Inovasi IT yang sudah diusung BCA selama ini. Materi dibawakan oleh Bapak Hermawan Thendean yang merupakan Executive Vice Presiden IT BCA memaparkan bahwa inovasi bukan melulu soal ide, tapi proses. Inovasi apa yang dibutuhkan oleh sebuah bank? Inovasi harus terus bertransformasi agar tidak kalah oleh kompetitor dan mendapat kepercayaan dari konsumen. Inovasi dapat dimulai dari dalam, dari para pegawai sendiri.
Mungkin banyak yang belum tau, saat ini di kantor-kantor BCA, khususnya di bagian back office, kantor disulap menjadi sebuah ruangan yang lebih kreatif. Tidak ada lagi kubikel-kubikel yang kaku dan diganti dengan ruang-ruang yang dinamis dengan warna-warni ceria. Hal ini agar para pekerja tidak cepat bosan dan ide-ide segar akan keluar dengan sendiri. BCA sendiri secara kontinyu mengadakan event “BCA Innovation Award” yang khusus diadakan untuk para pekerjanya dalam mengembangkan ide-idenya. BCA juga bekerjasama dengan mahasiswa dalam mengembangkan produknya. Terakhir, BCA mengadakan event Finhacks 2016 dengan mengundang para developers untuk memberikan ide-idenya. Ada 180 yang mendaftar dan menghasilkan 460 ide yang akhirnya diseleksi menjadi 8 ide terpilih.
Satu ide yang berhasil memenangkan juara pertama dengan 59 juta sebagai hadiahnya adalah Fariz Tadjoedin dengan ide ChatBanking. Ide ini oleh BCA akan dikembangkan dan dapat digunakan oleh nasabahnya. ChatBanking ini nantinya dapat diakses dengan menggunakan social media multi platform. Orang dapat melakukan transfer dari Facebook, sedangkan penerimanya dari Telegram, misalnya. Dengan adanya ChatBanking ini tentu akan semakin mudah dan efisien dalam hal transaksi perbankan.
Semoga apa yang sudah dilakukan oleh para nara sumber di atas juga dapat dilakukan oleh perusahaan-perusahaan lainnya dengan melakukan inovasi dan digitalisasi. Seperti yang diungkapkan oleh Pak Jahja, “Menghadapi era digitalisasi ini, kita harus segera berinovasi atau mati.”