Selama ini kita mengenal Pasar Baru Jakarta sebagai pusat penjualan sepatu atau kamera, namun sesungguhnya di kawasan itu banyak menyimpan peninggalan sejarah sejak beberapa ratus tahun yang lalu. Hal itu terungkap ketika saya dan beberapa rekan blogger diundang oleh POP! Hotel Pasar Baru Jakarta yang lokasinya persis berada di depan gerbang Pasar Baru tepatnya di Jalan KH Samanhudi No. 17-19 Jakarta. Dalam acara “Pasar Baru Heritage Walk” POP! mengajak rekan-rekan blogger dan instagrammer untuk mengeksplorasi kawasan Pasar Baru yang penuh dengan sarat peninggalan sejarah, budaya dan juga kuliner. Apa saja peninggalan tersebut?
Setelah semua berkumpul, acara diawali dengan penjelasan tentang Pop Hotels Pasar Baru yang baru saja diresmikan beberapa hari lalu. Hotel yang merupakan POP! ke-19 yang diresmikan itu terdiri dari 105 kamar dengan 2 (dua) tipe yaitu single bed berukuran king dan double dengan harga yang sama. Setiap kamar mengusung desain modern dan dilengkapi dengan AC, TV kabel, WiFi gratis dan air panas. Keunikan dari POP! Hotel Pasar Baru yang berada dibawah naungan Tauzia Hotel Management itu menawarkan konsep lobi terbaru yang diberi nama PitStop dengan atmosfer café lounge plus convenience store yang buka 24 jam. Jadi setelah check in tidak perlu keluar hotel lagi karena semua persediaan kebutuhan makanan atau minuman ringan sudah tersedia, termasuk untuk sarapan pagi. Dan yang membuat kaget adalah harganya. Dengan segala fasilitas di atas kita hanya mengeluarkan Rp.298.000 ++ per malam.
Suasana lobi @POPHotels Pasar Baru Jakarta. Bisa sambil nyemil2 karena mereka jual makanan & minuman #poppasarbaru pic.twitter.com/4zX0ZlzalU
— harris maulana (@harrismaul) July 30, 2016
Setelah selesai sedikit intro seputar POP! Pasar Baru, acara heritage walk dimulai dengan mengunjungi Gereja Pniel yang lokasinya persis diseberang hotel. Gereja yang didirikan pada tahun 1856 itu dikenal juga sebagai “Gereja Ayam” karena dibagian atapnya terdapat sebuah penunjuk arah angin yang berbentuk ayam. Selain itu dibagian dalam juga terdapat mozaik dengan gambar ayam. Bangunan ini sempat dipugar pada tahun 1913 karena banyak bagian yang rusak. Dengan arsitektur seorang Belanda bernama NA Hulswit bangunan ini bercorak Neo Romanik dengan unsur Neo Barok. Salah satu peninggalan unik di gereja ini adalah terdapat sebuah al-kitab berbahasa Belanda yang merupakan hadiah dari Ratu Belanda saat ini. Al-kitab ini merupakan kembaran al-kitab yang ada di Belanda. Saat ini gereja ayam termasuk dalam cagar budaya yang ditetapkan oleh Pemda DKI Jakarta.
Gereja Ayam didirikan pada 1913 dan sekarang sudah dijadikan cagar budaya oleh pemda DKI #POPPasarBaru @POPHotels pic.twitter.com/78fk1HoEjm
— harris maulana (@harrismaul) July 30, 2016
Selanjutnya destinasi yang dituju adalah Vihara Sin Tek Bio. Untuk menuju tempat ini agak sulit juga karena harus masuk ke Pasar Atom dan gang-gang yang sempit. Vihara ini dibangun pada tahun 1698. 300 tahun yang lalu. Dulu masih termasuk kawasan pedalaman dari Kota Batavia. Sejarah awalnya adalah vihara ini dibangun oleh para petani Tionghoa yang tinggal di tepi Sungai Ciliwung. Vihara yang berubah nama menjadi Wihara Dharma Jaya pada tahun 1982 itu menyimpang 28 altar dan dikelilingi oleh ratusan patung yang sebagian besar berasal dari abad 17.
Mengunjungi Sin Tek Bio atau Vihara Dharma Jaya yg didirikan 1698. 3 abad yg lalu! #poppasarbaru @POPHotels pic.twitter.com/KZVuuErvYR
— harris maulana (@harrismaul) July 30, 2016
Dari vihana kami meneruskan perjalanan dengan menelusi gang berikutnya dan tibalah kami di Gang Kelinci. Gang yang terkenal karena terdapat salah satu kuliner yang legendaris yang Bakmi GK alias Gang Kelinci. Sejarahnya adalah pada tahun 1957 Hadi Sukiman pendiri Bakmi GK berjualan bakmi dengan menggunakan gerobak sederhana di Jalan Pintu Besi Pasar Baru, tepat di depan Globe Theathe (Moyen). Entah karena digusur satpol PP atau apa pada tahun 1962 gerobak mereka pindah ke Jalan Belakang Kongsi No.16 Pasar Baru. Sejak itulah istilah Gang Kelinci mulai familiar sebagai bakmi milik Pak Hadi. Selain Bakmi GK ada juga kuliner lain yang cukup ngetop yaitu Bakmi Aboen yang menjual bakmi namun non halal.
Lanjut ke Gang Kelinci yg lokasinya berada di samping Bakmi GK yg legend itu. #poppasarbaru @POPHotels pic.twitter.com/5qew22IoWX
— harris maulana (@harrismaul) July 30, 2016
Setelah keluar dari Gang Kelinci tiba-tiba kita sudah berada di tengah Pasar Baru. Tempat yang sempat ngetop sebagai tempat berjualan sepatu paling hits se Indonesia itu kini masih menyisakan kejayaannya. Saya masih ingat took-toko yang dulu pernah kami datangi seperti Toko Canada, Bucheri, Toronto, dll.
Pasar Baru. Dulu berasa keren banget kalo beli sepatu ke sini. #poppasarbaru @POPHotels pic.twitter.com/cqUOjJdPNm
— harris maulana (@harrismaul) July 30, 2016
Namun destinasi yang kami tuju adalah Toko Kompak yang dulu merupakan milik seorang Mayor bernama Tio Tek Ho. Istilah “mayor” artinya adalah seorang pemimpin yang ditunjuk oleh suatu kelompok untuk mengelola suatu kawasan atau daerah. Bangunan Toko Kompak merupakan bangunan dengan arsitek percampuran Eropa dan Tionghoa yang sudah dibangun sejak 300 tahun silam dengan menggunakan material kayu dan terlihat masih kokoh hingga saat ini. Bangunan ini ditinggali Tio Tek Ho yang menjabat mayor antara tahun 1896-1908. Bangunan ini terus beralih kepemilikan sampai pemilik saat ini yang bermarga Tan. Sebelum berganti nama menjadi Toko Kompak pada tahun 1965, toko ini dikenal dengan nama Sin Siong Wouw. Bangunan ini sempat mendapat penghargaan dengan mendapatkan dua piring perak dari pemerintah kota yang dapat dilihat di bagian depan. Sayang sekali kita tidak diperbolehkan untuk memotret bagian dalam di bangunan ini.
Sedang berada di Toko Kompak atau dulu dikenal sbg rumah mayor yg sdh berusia 300 tahun #poppasarbaru @POPHotels pic.twitter.com/FWiqtPlfWp
— harris maulana (@harrismaul) July 30, 2016
Setelah menelusi kawasan Pasar Baru, selanjutnya kami menuju Museum & Galeri Foto Jurnalistik atau dikenal sebagai Gedung Antara yang berada di samping Pasar Baru tepatnya Jalan Antara No.59 Jakarta. Dulu kantor ini dikenal sebagai Kantor Berita Antara. Awalnya merupakan bagian dari ANETA (Algemeen Niews en Telegraaf Agentschaap). Kemudian berubah nama menjadi Algemeen Niews en Telegraaf Aneta dan bergerak dalam pemberitaan, periklanan dan majalah Hindia Belanda. Pada masa pendudukan Jepang kantor berita ini berganti menjadi Yashima dan Kantor Bertia Domei. Pada Masa Agresi Belanda I tahun 1947 bangunan tersebut diberikan oleh Pemerintah Hindia kepada Apotheek Van Goekom dan baru pada tahun 1961 secara resmi digunakan oleh LKBN Antara. Dari tempat inilah kabar kemerdekaan RI disebarluaskan. Itulah mengapa tempat ini menjadi salah satu tempat yang bersejarah. Saat ini bangunan dipergunakan sebagai tempat Lembaga pendidikan Jurnalistik Antara. Didalamnya terdapat sejumlah peninggalan alat-alat jurnalistik beserta sejumlah foto-foto bersejarah.
Sejarah perjuangan bangsa Indonesia ditampilkan dalam bentuk komik yg mudah dimengerti. #POPPasarBaru @POPHotels pic.twitter.com/KZ3UlSInIp
— harris maulana (@harrismaul) July 30, 2016
Selanjutnya dengan menggunakan bus kami menuju masjid Istiqlal yang merupakan masjid terbesar di Asia Tenggara dan masjid ke-3 terbesar di dunia setelah Masjid di Mekkah dan Madinah. Masjid ini dibangun pada 24 Agustus 1961 dengan arsitektur seorang insinyur Kristen bernama Frederich Silaban yang berhasil memenangkan sayembara lomba desain masjid ini. “Istiqlal” yang berarti merdeka dalam Bahasa Arab dibangun pada area seluas 10 hektar dan berdampingan dengan Katedral yang sudah lama berdiri. Ide ini merupakan ide Presiden Soekarno dengan maksud melambangkan nilai-nilai persaudaraan, persatuan dan toleransi beragama sesuai dengan ajaran Pancasila. Banyak filosofi dari Masjid Istiqlal yang tidak banyak diketahui seperti lebar dari kubah masjid utama sepanjang 45 meter yang melambangkan tahun kemerdekaan. 12 pilar yang menyangga melambangkan tanggal kelahiran nabi Muhammad SAW. Jumlah 5 lantai yang melambangkan rukun islam, jumlah sholat wajib dan dasar negara.
Selepas keliling masjid Istiqlal destinasi selanjutnya kami mengunjungi Pantjoran Tea House, sebuah bangunan lama yang berada di kawasan Glodok. Bukan di daerah pancoran ya. Dulu tempat ini menjadi salah satu landmark dan berdiri sejak tahun 1635. Awalnya adalah sebuah toko obat yang merupakan toko obat tertua di Batavia yang dikenal dengan Aphotheek Chung Hwa. Pemerintah melakukan revitalisasi pada tahun 2015 dengan arsitek Ahmad Djuhara dan akhirnya tempat ini beralih fungsi menjadi kedai the dengan nama Pantjoran Tea House. Budaya minum teh di kawasan pecinan sangat kuat pada saat itu. Ditempat ini pula akhirnya kami mengakhiri acara Heritage Walk dengan acara makan malam.
Selanjutnya kami kembali ke hotel untuk beristirahat. Beberapa blogger melanjutkan ngobrol dan ngopi bareng di lobi POP! Hotel sambil memesan sejumlah makanan dan minuman yang dapat dipesan langsung di PitStop. Tanpa terasa waktu sudah menunjukkan tengah malam dan kami segera beristirahat di kamar masing-masing. Terima kasih kepada manajemen POP! Hotel yang sudah mengundang kami dan mengajak berkeliling kawasan Pasar Baru yang banyak mengungkap hal-hal yang belum diketahui selama ini.
Check in dulu guys #poppasarbaru @pophotels @tauziahotels
A video posted by Harris Maulana (@harrismaul) on