Selama ini Cirebon dikenal sebagai kota yang terkenal dengan kuliner Empal Gentong dan nasi Jamblang. Itulah tanggapan beberapa netizen ketika kami mengunggah status di social media saat berada di atas kereta api menuju kota yang dikenal juga sebagai kota Udang itu. Cobain Empal Gentong Haji Apud. Atau Nasi Jamblang Bu Nur, begitu saran mereka. Namun tujuan utama kami sesungguhnya bukan itu. Kami diundang ke Cirebon untuk mengunjungi pabrik PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (Indocement) yang berada di Palimanan. Sebanyak 14 blogger dari Jakarta dan Bogor sudah lengkap untuk mengunjungi kegiatas CSR dari pabrik semen terbesar di Indonesia itu.
Setelah melakukan perjalanan darat menggunakan kereta, tepat jam 10 pagi kami sudah tiba di Stasiun Cirebon yang dibangun pada tahun 1920 itu. Selanjutnya kami langsung menuju Palimanan yang ditempuh dalam waktu 30 menit. Kami langsung menuju Objek Wisata Banyu Panas yang lokasinya berada dalam satu komplek dengan Indocement. Objek wisata ini dikelola bersama antara Indocement dan Pemda Kabupaten Cirebon dalam wadah Koperasi Manunggal Perkasa. Tiket masuk lokasi hanya Rp 10.000,- dan untuk masuk ke kolam rendam tinggal menambah Rp 10.000,- lagi. Kami mengunjungi sumber air panas utama yang bersuhu 60 derajat celcius. Kolam ini tidak boleh digunakan. Sedangkan kolam yang digunakan untuk berendam ada dibagian bawah dengan suhu berkisar antara 38 – 40 derajat celcius. Kolam ini mempunyai khasiat menyembuhkan penyakit kulit dan rematik. Namun kita tidak boleh terlalu lama karena airnya mengandung belerang. Saya sendiri sempat mencoba dengan merendam kaki di tepi kolam. Saat pertama kali dicelup memang terasa panas. Namun lama kelamaan menjadi seperti hangat dan membuat nyaman.
Setelah puas mengunjungi Banyu Panas, tepat jam 12 siang kami diajak untuk mampir ke kantor Indocement. Naga-naganya sih mau makan siang sambil istirahat. Dan benar saja, saat kami masuk ruangan sudah tersedia aneka makanan khas Cirebon termasuk Empal Gentong Haji Apud yang dipesan khusus dan kerupuk favorit yaitu Kerupuk Melarat. Kurang lebih satu jam beristirahat, perjalanan kami lanjutkan kembali dengan mengunjungi P4M yaitu Pusat Penelitian, Pelatihan dan Pemberdayaan Masyarakat.
Sesuai dengan namanya kawasan ini merupakan tempat penelitian dan entrepreneur agribisnis sekaligus tempat belajar dan berlatih bagi masyarakat dalam meningkatkan pengetahuan dalam bidang pertanian, peternakan dan perikanan yang didasari oleh potensi sumber daya alam yang ada di desa. Kami sempat mengunjungi peternakan kambing dan sapi. Lalu berlanjut ke Green House, lahan budidaya tanaman seperti Kemiri Sunan, aneka buah-buahan, hingga ke kolam ikan dan pembibitannya. Kami berkunjung juga ke tempat pengolahan dan pembuatan aneka makanan hasil tanam seperti keripik singkong, keripik nangka, teh rosela dan semua yang ada kami borong untuk dibeli sebagai oleh-oleh.
Sambil menikmati penganan dari kebun P4M perjalanan kami lanjutkan menuju Desa Ciwaringin yang dikenal sebagai Kampung Batik. Kami cukup kaget ketika berkunjung ke tempat ini, karena hampir di semua rumah memproduksi batik yang menggunakan bahan alami sebagai bahan dasar batik tulisnya. Bahkan beberapa dinding rumah juga diberi corak batik. Pemandangan batik yang sedang dijemur juga merupakan hal biasa. Beberapa rumah juga ada yang membuka showroom untuk memajang batik buatannya.
Kontribusi Indocement dalam turut membudidayakan Batik Ciwaringin ini berlangsung sejak tahun 2005 dengan memberi modal dan pelatihan bagi warga kampung yang berminat mengembangkan batik yang sudah ada sejak abad 19 itu. Ciri khas batik Ciwaringin yang menggunakan pewarna alami tetap dipertahankan hingga saat ini. Selain itu batik Ciwaringin juga full menggunakan batik tulis, sehingga harganya pun cukup tinggi. Ciri khas lain batik lugas dan sederhana seperti ciri khas Piring sedapur dan Pecutan dan mempunyai karakteristik batik pedalaman.
Setiap tahun sejak 2005 keberadaan Batik Ciwaringin terus dibina, mulai dari pelatihan (2011-2015), pembangunan sarana dan prasarana, penerapan produksi bersih (2013-2015) hingga sertifikasi kompetensi pembatik (2016-2017). Dan semua itu terbayar pada tahun ini yaitu dengan meraih penghargaan Platinum Tingkat Nasional dari Kementerian Bappenas dalam program Sustainable Developmentt Goals Awards (ISDA 2017) untuk kategori CSR Best Practice for MGDs ti SDG’s Kategori Tanpa Kemiskinan / Pilar 1 Pembangunan Sosial.
Capaian ini memang tidak mengejutkan karena kampung Ciwaringin ini sudah menerapkan diversifikasi produk batik, sertifikasi kompetensi pengrajin batik tulis, aspek lingkungan, aspek sosial dan aspek ekonomi yang sudah menghasilkan pendapatan sebesar Rp 1-5 juta per bulan per pengrajin. Koperasinya pun termasuk koperasi sehat dengan pendapatan dari Rapat Anggota Tahunan sebesar Rp 70 juta dengan modal Rp 124 juta dan sisa hasil usaha sebesar Rp 43 juta.
Sungguh mengagumkan apa yang dilakukan oleh Indocement terhadap warga yang berada di sekitar lokasi usahanya. Selain itu juga potensi yang ada juga dikembangkan dengan sistem pemberian modal dan berpeluang untuk usaha berkelanjutan. Jadi mereka diberi “kail” dan bukan diberi “ikan”. Semoga apa yang dilakukan oleh Indocement dapat dicontoh oleh perusahaan lainnya.
Sehubungan dengan jadwal kereta api untuk kembali Jakarta sudah semakin dekat, kami harus segera kembali ke Stasiun Cirebon. Kami sempat mencicipi Tahu Gejrot di sekitar stasiun, sebelum naik kereta dan menyantap bekal Nasi Jamblang Ibu Nur di atas kereta menuju Jakarta.