Perjalanan eksplorasi kawasan Geopark Ciletuh diawali dengan mengunjungi tempat yang bernama Panenjoan di Tamanjaya. Panenjoan artinya “tempat melihat” dalam bahasa Sunda. Dan memang dari tempat ini sejauh mata memandang kita bisa melihat apa yang disebut “Gurilap” sebagai andalan wisata Jawa Barat yaitu Gunung, Rimba, Laut dan Pantai. Panenjoan ini seperti representasi dari keindahan dan potensi yang dimiliki oleh Tanah Pasundan. Pemandangan lembah amfiteater ini berada di jalan utama Desa Tamanjaya dan ada penginapan juga di tempat ini.
Selanjutnya dari Panenjoan kita beralih moda, dari transportasi darat ke transportasi laut. Dari Pelabuhan Palangpang kita dapat menggunakan perahu tempel untuk mengelilingi kawasan geopark dan pulau-pulau kecil di sekitarnya. Pulau-pulau tersebut memiliki bentuk yang unik menyerupai binatang seperti kura-kura, kepala badak, kepala kelinci, dll. Untuk memudahkan pemberian namanya pun disesuaikan dengan bentuk yang dilihat. Bentuk unik pulau-pulau tersebut diakibatkan proses erosi dan aberasi oleh air laut. Dari Pantai Palangpang kita akan melewati Karang Daeu, Pulau Mandra, Pulau Manuk, Pulau Kunti dan Pulau Batubelah.
A photo posted by Harris Maulana (@harrismaul) on
Sepanjang perjalanan kita disuguhi taman-taman yang sudah berusia ratusan tahun di sepanjang pesisir pantai. Tiba-tiba ada batu besar segede alaihim gambreng yang namanya Batununggal. Kemudian ada batu punggung naga, batu kodok, batu buaya, batu badak, batu pagar dan masih banyak lagi.
Tidak terasa kami mulai memasuki kawasan yang lautnya mulai dalam, hal ini ditandai dengan warna laut yang asalnya berwarna hijau muda, kini berubah menjadi biru pekat. Agak ngeri-ngeri sedap juga soalnya sudah termasuk Samudera Indonesia. Dan akhirnya kami menemukan satu tempat yang cukup unik yaitu Sodong Parat. Di lokasi ini terdapat goa yang tembus atau parat ke laut di sebelahnya.
Agar lebih puas lagi sebaiknya kita mendarat di pantai dan melihat lebih dekat lagi keindahan dari batu-batu tersebut. Namun karena jadwal masih padat merayap jadi kami hanya bisa melihat dari jauh. Mudah-mudahan lain kali dapat ke tempat ini lagi. Saat kembali saya berusaha untuk mencari titik pertemuan antara laut biru dan laut hijau, dan ternyata memang ada satu titik dimana keduanya bersatu yaitu adanya palung laut yang dalam yang membuat laut menjadi berwarna biru tua . Dan satu yang mengejutkan adalah hadirnya lumba-lumba saat kami melewati perbatasan tersebut, padahal sebelumnya jarang muncul pada waktu dan tempat tersebut.
Setelah istirahat dan makan siang perjalanan kembali dilanjutkan ke Curug Sodong atau Curug Sajodoh. Sesuai dengan namanya curug ini ada dua yang posisinya berdampingan seperti sepasang atau sejodoh. Curug ini terletak di Desa Ciwaru. Aksesnya cukup mudah, bahkan dari tempat parkir dapat terlihat dengan jelas.
A photo posted by Harris Maulana (@harrismaul) on
Sedianya kita akan menuju Puncak Darma, namun karena ada permintaan dari Wakil Gubernur Deddy Mizwar untuk bertemu dengan tim, akhirnya kami putuskan untuk kembali ke Villa Ujang untuk berdiskusi dengan beliau.
Wagub yang akrab dipanggil Kang Demiz ini mengungkapkan bahwa Geopark Ciletuh Palabuhanratu yang kini sudah menjadi Geopark Nasional diusulkan kepada UNESCO untuk menjadi Geopark Global dan menjadi salah satu warisan dunia. Namun tentu saja hal ini harus didukung oleh semua pihak mulai dari pemerintah, swasta, pengelola wisata, wisatawan hingga penduduk setempat. Jika semua bahu-membahu tentu hal itu akan segera terwujud. Selain itu infrastruktur yang ada juga harus ditingkatkan seperti prasarana jalan dan fasilitas umum yang masih belum memadai. Karena jika sudah menjadi kawasan Geopark Global tentu akan semakin banyak orang yang datang ke tempat ini, termasuk dari luar negeri.
Sebelum mengakhiri pertemuan Kang Demiz juga sempat memberikan sebuah buku yang baru selesai disusun oleh Pemda Provinsi Jawa Barat yang berjudul Geopark Nasional Ciletuh Palabuhanratu Sukabumi Indonesia. Diharapkan buku ini menjadi panduan semua pihak dalam menjelaskan geopark dan segala potensinya.
Pertemuan diakhiri dengan makan malam dan setelah itu kami berkesempatan untuk mengikuti salah satu acara Festival Ciletuh Palabuhanratu yaitu menyaksikan Tari Cepet Jaringao yang menampilkan pertunjukan kuda lumping yang dibawakan oleh puluhan penari.
Banyak sekali masyarakat yang sangat antusias menyaksikan pertunjukan berbau mistis ini. Sayang sekali, karena besok pagi harus kembali berangkat, kami harus kembali ke hotel untuk beristirahat sebelum pertunjukan usai. (bersambung)
Tulisan Sebelumnya : 1. Bumi Pasundan Lahir Ketika Tuhan Sedang Tersenyum