Maraknya penggunaan software palsu atau counterfeit software untuk kebutuhan bisnis, perseorangan, maupun keluarga, semakin meresahkan karena adanya resiko keamanan yang tinggi bagi penggunanya. Kasus kerusakan file, pencurian data pribadi, dan penyusupan privasi merupakan contoh nyata bahaya penggunaan counterfeit software. Menanggapi hal tersebut, PT Microsoft Indonesia, sebagai salah satu anggota Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP), mensosialisasikan bahaya penggunaan counterfeit software melalui edukasi Anti-Piracy kepada konsumennya di Indonesia, terutama bagi para pengguna software untuk kebutuhan pribadi dan keluarga.
Muhammad Farhan, seorang penyiar dan presenter ternama Indonesia, berbagi cerita mengenai dampak counterfeit software yang merugikan dirinya dan keluarga. “Keluarga kami termasuk salah satu pengguna aktif komputer dan internet untuk mengakses informasi dan hiburan. Suatu ketika, kami tidak sengaja menggunakan software yang ternyata counterfeit. Alhasil, komputer kami sering mengalami crash dan data-data penting pada hard disk pun ikut hilang,” ungkapnya.
Kejadian yang dialami oleh Farhan hanya merupakan satu dari berbagai efek negatif akibat penggunaan counterfeit software yang seringkali mengandung virus malware berbahaya. Pengguna counterfeit software untuk kebutuhan sehari-hari keluarga memiliki resiko terserang virus malware yang dapat merusak berbagai file penting, mencuri data-data personal seperti identitas perbankan, dan menyusup privasi keluarga dengan cara menyalakan webcam dari jarak jauh untuk mengawasi tanpa sepengetahuan pengguna. Bahkan, jenis virus ransomware dapat memblokir akses pengguna ke PC yang hanya dapat dipulihkan apabila membayar uang tebusan secara online kepada penjahat siber.
Penelitian yang dilakukan oleh Microsoft dan Internasional Data Corporation (IDC) pada 2014 lalu menunjukkan bahwa konsumen individu bisa menghabiskan USD 25 milyar dan membuang waktu sebanyak 1.1 milyar jam untuk mengidentifikasi, memperbaiki, dan memastikan perangkat mereka sepenuhnya terbebas dari malware.
“Banyaknya waktu dan materi yang terbuang untuk memulihkan perangkat yang terinfeksi malware tentunya akan merugikan pengguna. Padahal, dengan menggunakan genuine software, Anda dan keluarga dapat fokus memanfaatkan perangkat tersebut dengan lebih maksimal,” ujar Sudimin Mina, Software Asset Management and Compliance Director, Microsoft Indonesia.
Menurut data yang diterbitkan oleh Microsoft Malware Infection Index 2016, tingkat pemalsuan PC di Indonesia tergolong masih sangat tinggi. Indonesia menduduki posisi kedua di belakang Pakistan dengan tingkat infeksi virus malware tertinggi di Asia Pasifik.
Justisiari P. Kusumah, Sekretaris Jenderal Masyarakat Indonesia Anti-Pemalsuan (MIAP) mengatakan, “Tingginya tingkat pemalsuan produk di Indonesia telah mencapai tahap yang mengkhawatirkan. Mengingat angka kerugian yang besar bagi negara dan juga pemilik hak cipta, MIAP bekerjasama dengan PT Microsoft Indonesia berupaya meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menghindari pembelian barang palsu, termasuk counterfeit software.”
Untuk membantu meningkatkan ketelitian masyarakat dalam membedakan produk counterfeit software dengan yang asli, Microsoft menyediakan situs resmi yang bisa diakses melalui alamat berikut https://www.microsoft.com/en-us/howtotell.
Tautan tersebut juga bisa digunakan oleh konsumen yang terlanjur membeli produk counterfeit untuk melaporkan produk palsu bersangkutan dengan memberitahu jenis produk dan di mana mereka mendapatkan produk tersebut. Microsoft akan menindaklanjuti informasi yang telah disampaikan dengan melakukan penyelidikan serta mengambil tindakan yang tepat terhadap bisnis yang menjual counterfeit software tersebut. Selain itu, Microsoft juga kembali menghadirkan sebuah microsite www.cariyangori.com dengan tema #CariYangOri, guna menambah informasi seputar menghindari counterfeit software melalui berbagai artikel edukasi.
“Untuk menjaga keamanan privasi Anda dan keluarga, kami menghimbau konsumen untuk selalu waspada dan lebih bijaksana saat membeli software, baik secara online maupun melalui offline, sehingga pengguna tidak akan mengalami kerugian di kemudian hari,” tutup Sudimin Mina.